Sabtu, 12 Januari 2013

Tahukah anda Penghulu KUA itu layak dihargai dan disetarakan dengan seorang HAKIM

 Tahukah anda Penghulu KUA itu layak dihargai dan disetarakan dengan seorang HAKIM
(Tanggapan atas tulisan Bang Fachrul Rasyid HF)

Akhir-akhir ini banyak pemberitaan tentang KUA (Kantor Urusan Agama), baik melalui media cetak ataupun elektronik/TV; lokal maupun nasional tentang “Pungli atau Gratifikasi di KUA” disinyalir mencapai angka 1,2 triliyun rupiah. Berita ini terus bergulir tanpa arah, akibatnya banyak Kepala KUA/Penghulu dan jajaran Kementerian Agama dihujat, dihina, dicacimaki dan dilecehkan. Berita ini secara vulgar dan “telanjang” telah diketahui publik, ternyata telah berdampak luas baik secara psikologis maupun sosiologis. Saat ini banyak Kepala KUA/Penghulu kehilangan kepercayaan diri, jama’ah tidak lagi percaya pada ustadz-ustadznya, istri tidak lagi menaruh hormat pada suaminya dan anak kehilangan kebanggaan pada ayahnya karena terlanjur telah di-cap “PUNGLI”.

Ditambah lagi berita Padang Ekspres edisi Jum’at, 11 Januari 2013 , bang Fachrul Rasyid HF  seorang wartawan senior menulis di halaman  pertama pada rubrik teras utama: “KUA, Kantong Uang Atasan (?). Sungguh tulisan ini sangat menyakitkan terutama bagi saya Wahyu Salim, S. Ag seorang kepala KUA di Sumatera Barat pada 12 Januari ini baru genap menjabat 1 tahun, seorang yang baru belajar menulis di surat kabar, yang pernah belajar sedikit jurnalistik sebagai guru di salah satu Perguruan Tinggi Islam Swasta, memberanikan diri “menantang” seorang Wartawan Senior bernama Fachrul Rasyid HS untuk berdiskusi,itu pun hanya lewat hak jawab, menanggapi sebatas kemampuan dan tidak pula seluruhnya.
Sekarang saya katakan: “Profesi Penghulu atau Qadhi dalam bahasa Arab dan Pejabat Pencatat Nikah yang berada di KUA adalah profesi yang sangat mulia dan layak dihargai dan disetarakan dengan seorang HAKIM yang bergaji besar, bertunjangan tinggi dan fasilitas yang cukup, tidak layak dihujat, dihina, dilecehkan dan dibunuh karakternya”. Abang Fachrul, persoalan nikah adalah persoalan syara’/agama, bukan hanya sekedar persoalan administrasi catat mencatat pernikahan saja tapi menuntut ketelitian, kecermatan dan kehati-hatian menyangkut keabsahan nikah seseorang, berdimensi dunia dan akhirat. Bab Nikah jauh lebih tebal bang dari bab cerai bahkan pada banyak kitab bab cerai adalah sub bab dari pernikahan, agak pasal-pasalpun di Undang-undang seperti itu.
Abangku, layaknya seorang Hakim; PPN/Penghulu disamping melakukan pemeriksaan terhadap persyaratan administratif (mungkin mudah) juga paling penting  (ini yang paling sulit) melakukan sidang pemeriksaan secara hukum syara’ terhadap calon suami, calon istri, wali nikah dan saksi-saksi apakah mereka memenuhi syarat menurut hukum syara’ atau tidak. Ia harus memastikan 8 item terpenuhi oleh calon suami, 8 item untuk calon isteri, 9 item untuk syarat wali nikah dan 12  item untuk syarat menjadi saksi nikah. Ia juga harus memastikan dan menyakini bahwa dalam pernikahan itu tidak ada 10 item larangan untuk menikah, bahkan sering pemeriksaan itu harus dilakukan dengan turun langsung ke lapangan bertanya kepada tetangga calon pengantin, tokoh ulama dan adat  setempat. Di samping itu, PPN/Penghulu berwenang menerima atau menolak permohonan kehendak nikah seseorang ketika terpenuhi atau tidak memenuhi persyaratan, sebagai wali hakim ketika mempelai wanita tidak mempunyai wali nikah lagi, menjelaskan hubungan antara ayah dengan anak perempuannya pada pernikahan hamil dan lain-lain sebagainya.
Bang, ini semua belum lagi tugas memberikan pembekalan kepada calon pengantin sehingga mereka mampu mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah dan tugas-tugas lainnya yang diamanahkan negara dalam memberikan pelayanan dan pembinaan keagamaan dan hari-hari besar agama di wilayahnya. Dan disaat pelaksanaan nikah, sering kali berperan jamak, pembawa acara juga sekaligus pemberi nasehat perkawinan, sungkeman, pembaca khutbah nikah, ijab qabul, memandu penyerahan mahar, do’a dan lain-lain. Disisi lain bagi yang kaya dan berpangkat mampu menyewa IO (ivent organizer) dengan bayaran mahal.
Di satu sisi kepada PPN/Penghulu dihadapkan kepada peraturan yang sudah “Kadaluarsa”  PP No 47 Tahun 2004 tentang PNBP dari Biaya Pencatatan Nikah dan Rujuk sebesar Rp. 30.000 dan dilarang untuk menerima apapun bentuk gratifikasi, sekalipun ada PMA No. 11 Tahun 2007 pada pasal 21 menyatakan bahwa pernikahan itu di Balai Nikah dan atas permohonan calon pengantin dan persetujuan PPN pernikahan dapat dilangsungkan di luar Balai Nikah. Tentu saja segala biaya yang ditimbulkan atas dikabulkannya permohonan calon pengantin tersebut ditanggung sendiri oleh keluarga bersangkutan. Sadarkah kita secara tidak langsung negara telah menghisab dan mengabaikan nasib anak kandungnya sendiri, diberi tugas berat tapi tidak disediakan dana yang memadai, katanya KUA tipologi A memiliki 4 Penghulu, tenyata pada banyak tempat ada seorang Kepala KUA/PPN tanpa ada penghulu dan  staf satupun juga.
Saat ini mari kita berhenti untuk saling menyalahkan bang, mencari solusi terbaik tentu saja segera menetapkan regulasi dan itu biarlah pemerintah pusat dan DPR RI yang membahas, kami pro perubahan dan juga berpihak pada rasa keadilan, toh kami juga anak bangsa yang berhak juga diperhatikan. Kepada kawan-kawan sesama Kepala KUA/Penghulu usah kita saling buruk-memburukkan, mari kita bersinergi dan luruskan niat untuk kejayaan agama, nusa dan bangsa.

Dari:
Wahyu Salim, S. Ag
Kepala KUA Kec. Padang Panjang Timur
HP. 085364539601

10 komentar:

Terimakasih respon anda.Sebaiknya pahamilah persoalan dengan kepala diingin. KUA dipersoalkan Irjen Kemenag karena melanggar PP 47/2004. Bukan karena anak istri atau karena kemuliannnya.KUA merasa dipermalukan, itu resiko hukum bagi yang melanggar amanah.Tak ada orang jatuh karena panjat orang lain, tapi karena panjatnya sendiri. Kalau takut jatuh janganlah memanjat. Jadi lihatlah persoalan itu dengan kecerdasan intlektual dan akademis bukan emosi.Bukankah Nabi sendiri akan memotong tangan anaknya kalau ia mencuri?

Terimakasih, Bang Fachrul berkenan juga memberikan komentar dan melayani ajakan berdiskusi sekalipun kelas kita berbeda, Bang Fachrul jauh di atas, kami terlalu jauh di bawah. Orang bijak mengatakan bahwa sahabat yang baik ialah sahabat yang mau menyebutkan kelemahan dan kekurangan kita, bukan yang suka menyebut kebaikan kita saja. Mudah-mudahan bang Fachrul bisa menjadi sahabat yang baik untuk kita semua. Sejauh ini kami pribadi berupaya untuk objektif, kalau ada hal yang bersifat sedikit emosional, agaknya itu manusiawi, mohon dimaafkan. Semoga sprit kita sama untuk masyarakat adil dan makmur baldatun thayyibatun warabbun ghafuur. Untuk peningkatan intelektual dan akademis insya Allah. Wassalam

Dalam hukum, kebenaran, ilmu dan amal tak ada istilah jauh di atas dan jauh di bawah. Tak ada istilah atasan dan bawahan. Yang ada cuma siapa yang lebih taat hukum, lebih benar, lebih berilmu dan lebih beramal. Sikap membuat jarak atasan dan bawahan itulah yang menyuburkan pungli, korupsi, penindasan, kesewenang-wenangan.Rela saja diperbudak atasan. Akibatnya, meski tahu kebenaran, tak seorang pun yang berani berani bicara meski murra. Padahal mereka tahu, cegahlah kemungkaran dengan tangan, jika tak sanggup bicaralah. Masih tak sanggup menghindarlah, meski itu selemah-lemah-lemah iman. Selamah-lemah iman itu boleh dibilang sudah tak beriman. Bukankah ini pengajian para KUA di mimbar khutbah selama ini. Jadi sesuaikanlah kata dan perbuatan, supaya terhindar dari pidana dan cerca(di dunia) dan neraka(di akhirat).

"Bang Fachrul jauh di atas, kami terlalu jauh di bawah" sebenarnya hanyalah sebuah ungkapan sederhana belaka yang menunjukkan asam garam kehidupan,mengisyaratkan tua muda, senior dan junior dan itu memang fakta bang (di antara kita), rupanya maknanya sangat luas dan mendalam bisa ditarik kemana-mana. Allahu a'lam bishshawab

Anda punya blog, berarti anda sama dengan yang lain di depan publik. Rendah atau tinggnya anda tergantung relevansi integritas anda dengan pendidikan, pekerjaan dan profil yang anda tampilkan. Ucapan anda terhadap tulisan saya adalah satu indikator tentang integritas itu. Setiap ungkapan tak bisa ditarik kemana-mena. Mesti ada landasan ideal dan konteknya.Jika tidak, anda akan terjerat sendiri oleh ungkapan anda. Coba anda baca lengkap dan bersuara tulisansaya itu. Ada sebuah kalimat di situ yang patut anda renungkan. "Yang paling merisaukan adalah orang yang mengerti perbuatan dosa, merasa tak berdosa berbuat dosa". Jika anda memang memahami kalimat itu tentu sensitivitas keyakinan (keimanan) anda akan terusik untuk bangkit meluruskan praktek menyimpang di jajaran Kemenag selama ini, bukan. Jadi jangan nyerempet ke mana-mana. Terimakasih.

Saat ini mari kita berhenti untuk saling menyalahkan bang, mencari solusi terbaik tentu saja segera menetapkan regulasi dan itu biarlah pemerintah pusat dan DPR RI yang membahas, kami pro perubahan dan juga berpihak pada rasa keadilan, toh kami juga anak bangsa yang berhak juga diperhatikan. Kepada kawan-kawan sesama Kepala KUA/Penghulu usah kita saling buruk-memburukkan, mari kita bersinergi dan luruskan niat untuk kejayaan agama, nusa dan bangsa.

Kalimat di atas adalah bagian akhir tulisan anda terhadap saya. Saya katakan, tidak ada yang menyalah-nyalahkan, karena kesalahan itu diperbuat sendiri oleh pelakunya, padahal mereka tahu aturan. Jika aturan itu dianggap merugikan anda,(KUA), jangan bikin kesalahan lain untuk mengatasi. Ini akan beresiko ganda. Selain tak akan memperbaiki keadaan anda sendiri melakukan pelanggaran hukum.
Warga negara yang baik adalah yang menaati hukum yang berlaku, bukan membuat aturan sendiri apalagi mengatas namakan keadilan anak bangsa dan sebagainya. Pihak yang dirugikan oleh pelanggaran hukum itu juga anak bangsa dan berhak menuntut keadilan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Jadi jangan anda kecurian sendal di masjid, lalu, sebagai gantinya anda ambil sendal orang lain. Kalimat dalam tulisan anda menunjukkan sikap itu.
Umat yang baik adalah mengatakan dan melakukan apa yang benar dan baik meski itu bertentangan kehendak atasan dan meski itu pahit.

Hati-hatilah blog ini terbuka bagi semua orang.

Assalamu 'alaikum Wr. Wb.,
Terimakasih peringatannya Bang tapi maaf sebelumnya; tulisan bang fachrul telah men-justifikasi semua KUA, "ambo" tidak tahu siapa yang bang jadikan referensi sehingga bang katakan KUA itu Kantong Uang Atasan, ambo berani jamin di Padang Panjang apa yang disangkakan itu tidak ada, entahlah di tempat lain. Keberanian ambo menanggapi tulisan bang fachrul bukan berarti mentolerir ketidakbenaran terjadi dan juga bukan berarti mengakui secara sadar telah melakukan seperti yang disangkakan.
Semangat memperbaiki diri dan kehormatanlah yang menjadi motivator. Jauh sebelum pernyataan Pak Jasin dan tulisan bang fachrul, kami sudah pajang baliho bahwa KUA ini adalah "Kawasan Bebas dari Praktek KKN Dilarang Keras Memberi dan Menerima di Luar Ketentuan Berlaku" disitu tertulis tanggal dicetak 04 09 2012, dalam misi juga disebut "Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan Berwibawa". Apalah arti semua itu dipajang tanpa kita melakukannya, apalah arti pernah menjadi mahasiswa teladan kalau saat ini kita jauh dari keteladanan, apalah arti pernah menjadi aktivis reformasi tanpa mampu mereformasi diri, apalah arti banyak mengukir prestasi tanpa mampu mengatasi ketidakbenaran. Kita bukanlah tahafut al-falasifah yang melahirkan tahafut at-tahafut, kita hanya "Bang Fachrul di Luar dan Saya di Dalam" Wassalam

Nah, pernyataan anda yang seperti itulah yang disebut menyerempet ke mana-mana. Bahwa anda bersih, itu bagus. Kalau anda merasa tidak termasuk yang disebutkan Irjen itu, coba anda bantahlah. Anda kirim surat resmi ke Irjen itu. Tak usah mengirim baliho segala. Itu belum cukup jadi bukti. Jika tak suka diklaim oleh Irjen, silakan anda minta diperiksa.

Tapi harap diingat. Saya tak kenal anda secara pisik. Yang saya baca dan saya tanggapi cuma tulisan anda. Bukan diri anda, bukan kantor anda. ursan itu bukan urudan pribadi,urusan keluarga. Karena itu berusahalah objektif melihat persoalan. Saya juga tidak menulis tentang diri anda dan kantor anda atau sejarah pendidikan anda. Tapi pengakuan (diantara) KUA. Jadi kalau tak bertelur janganlah berkotek. Mengotekkan telur ayam lain hanya akan membuat ribut orang sekampung.

aduh bang fachrul yang senior dan lebih awal makan asam garam, semua bermula dari kalimat abang yg menjustifikasi. padahal nyata tidak semua seperti kalimat abang, kalo begitu seperti abang sudah banyak kerabat saya dan orang yang kami kenal di Jakarta dan di Palembang sebagai penghulu bisa kaya atau paling tidak uang lebih, tapi bagaimana tidak kerabat saya ada salah satu anaknya sampai mau sekolahpun harus nyemir sepatu dulu di perempatan jalan, ada adiknya yg jual sendal jepit.
jadi tak perlulah menulis yang menjatuhkan justru lihat lebih jauh, lebih dalam apa yang perlu untuk perkembangan KUA bagi pemerintah untuk ditindak lanjuti,

lebih kurang maaf bila kalimat saya kurang rapih dan bagus seperti abang fachrul.

wallaahu a'lam

ketika anda melihat KUA/penghulu di Jakarta atw kota2 besar, anda mungkin iri dengan kesejahteraan yang mereka peroleh berupa transport 300-500an ribu Rp, tapi pernahkah anda melihat bagaimana beratnya tugas KUA/Penghulu yg ada dipelosok? mereka mengurus umat dari yg br lahir sampai yang meninggal, keluar masuk perkampungan melayani umat tanpa memperoleh imbalan jasa bahkan terkadang hrs merogoh kantong sendiri demi umat! apa kepedulian anda bagi mereka?
Ketika KUA /penghulu melayani pernikahan dirumah2 wajarlah jikalau shahibul hajah memberi 'ucapan terima kasih' atas jasa KUA/penghulu yg telah menghalalkan hubungan yg semula haram, bandingkan dengan biaya hiburan yg biayanya mahal yg justru tdk sedikit justru mendatangkan dosa! anda yg 'kikir' terhadap kebaikan silahkan nikah di Kantor KUA pada hari & jam kerja! dengan menempuh seluruh aturan yg ada. kalau anda menemukan pelanggaran barulah anda wajar bicara.

tapi semua tadi kerabat saya itu di LEBAK BULUS DKI JAKARTA namun anaknya tetap masuk kategori seperti itu ?????

apa bang fachrul masih bisa diampuni bila menjustifikasi dg mengatakan KUA seperti itu.

naudzsubillaah. wallaahu a'lam

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites